American Association of Petroleum Geologist Universitas Gadjah Mada – Student Chapter (AAPG UGM – SC) bersama dengan Dr. Ir. Jarot Setyowiyoto, M.Sc. mengadakan Internal Fieldtrip bertajuk “Petroleum System Analog Study of Kulon Progo” (24/03/19). Acara ini diawali dengan briefing di Lapangan Satu Bumi Fakultas Teknik mengenai tempat-tempat yang akan dikunjungi, dimana ketiga tempat tersebut dapat menjadi analog bagi pembelajaran sistem petroleum di Indonesia.
Lokasi pertama yang dikunjungi berada di daerah Watupuru, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. Untuk mencapai lokasi, peserta menyusur sepanjang pinggir Kali Songgo. Pada daerah ini tersingkap Formasi Nanggulan dengan litologi berupa shale, batulanau karbonatan dengan fragmen fosil moluska, dan batupasir karbonatan dengan sisipan lignit. Batuan-batuan tersebut dapat berfungsi sebagai source rock dalam sistem petroleum. Pada bagian atas dari formasi ini, terendapkan Formasi Jonggrangan berupa batugamping. Air sungai yang mengalir pada bagian atas formasi ini turut melarutkan batuan, sehingga terbentuk endapan travertin di tebing air terjun.
Singkapan batuan yang berupa shale berada di bawah air terjun. Batuan ini dapat berfungsi sebagai source rock dalam sistem petroleum. Terdapat pula endapan travertin pada tebing air terjun (bagian kanan gambar).
Perjalanan dilanjutkan menuju ke Goa Payaman yang berada di daerah Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Batugamping ini berasal dari Formasi Sentolo yang merupakan formasi termuda dalam stratigrafi regional Kulon Progo. “Porositas sekunder dari hasil pelarutan oleh air hujan dapat meningkatkan porositas dari batugamping, sehingga batuan ini dapat menjadi reservoir dalam sistem petroleum”, ujar Dr. Ir. Jarot Setyowiyoto, M.Sc. selaku pembicara dalam fieldtrip ini.
Setelah membahas mengenai source rock dan reservoir, peserta ditunjukkan tentang proses sedimentasi. Lokasi terakhir yang dikunjungi pada fieldtrip ini berada di kawasan hutan mangrove Pasir Kadilangu. Kawasan ini menggambarkan lingkungan transisi dari darat menuju ke laut. Peserta juga dapat mengamati organisme dan sedimen yang nantinya akan menjadi pengisi cekungan.
Setelah mengikuti fieldtrip ini, salah satu peserta mengungkapkan bahwa acara ini sangat membantu pemahaman tentang sistem petroleum dan berharap akan ada acara seperti ini lagi di lain waktu.
Elisabeth Irine Permatasari | Humas Departemen (Wita) | 26 Maret 2019